ketika tak bisa bicara, maka tuliskanlah, jika tak mampu menuliskan, maka tersenyumlah, setidaknya mereka tidak akan tahu jika kamu sedang tidak baik baik saja..

I call him 'kalem'

Senin, 01 April 2013

| 0 komentar

Selamat sore menjelang petang..
Air hujan masih saja dengan mesranya menggelitik sang mayapada. Tanah tanah seakan bahagia kembali bersentuhan dengan air air cantik itu. diantaranya, ada butiran butiran harapan dari tiap perjuangan, seperti harapanku tuk bisa menggapainya. Warna warnanya cantik, anggun nan mempesona. Ada irama didalamnya, membentuk sebuah simfoni yang membangkitkan selera. Aku berenergi, bersemangat dibuatnya, seperti saat menatapnya, aku tersenyum bahagia. Hujan dan dia~
Ada cerita, tentang masa masa indah yang lalu, antara teman dan sahabat menjadi sebuah ikatan nan erat. Bersama mereka, terdapat sebuah rasa kenyamanan yang tak ada duanya, sama seperti matanya menatap lekat mataku. Ada cerita, ada tawa, duka, lara dan bahagia, dengan mereka tersenyum bahagia, dan dengan mereka menangis bersama, sama rasa, seperti rasaku dengannya, saat harus menatapnya dalam diam dan jarak sekian, saat harus merekam tawanya dalam memori fikiran. Ada bahagia dan lara bersamamu, walau faktanya aku tak benar benar bersamamu. Kita dan dia~
Masih menatap langit yang begitu mempesona, memancarkan seribu keindahan yang patut untuk dibanggakan. Jagat raya yang menawan, kerap kali memberikan suatu pencerahan. Bintang dan bulan nampak bersinar, sinarnya mungkin lebih indah dari sinar matanya. Namun keduanya sama, membuat terpesona dan terpana dibuatnya. Ada kenyamanan yang tak bisa digambarkan, dilukiskan bahkan diucapkan. Bintang dan dirinya, aku menyukai keduanya. Bintang dan dia~
Aku tak lebih dari sekedar mengetahui namamu, dan akupun tak lebih dari sekedar sang penikmat langit. Cakrawala nan istimewa, buatku melayang dibuatnya, aura hangatmu, sama membuatku begitu. Aku tak mengerti, langit begitu teduh, begitu manis dan kalem untuk dinikmati, salahkah aku jika menggambarkan langit seperti sosokmu? Yang teduh dan kalem dalam diammu. Walau memang langit kerap kali buat kejutan nan fantastik, entah hujan beserta rombongan, entah taburan bintang beserta rombongan, atau kelak langit akan berhenti manis dan bersandiwara. Aku tak tau, aku hanya penikmatnya, penikmat parasmu dan aku bahagia dalam diam. Langit dan dia~
Apalagi yang harus ku tuliskan? Aku tak tau. Cukupkah aku memujimu? Usiamu seminggu saat aku mulai merasakan bernafas sendiri. Seminggu? Waktumu menantiku? Atau memang hanya satu minggu itu yang tau. 9 bulan sebelumnya, orang tua kita bersenang senang merasakan fantasi yang tiada duanya. KuasaNya lah yang akhirnya menjelmakan kita untuk hadir mengisi ruang ruang kosong dalam mayapada penuh kemunafikan. Waktuku mulai bernafas, banyak bintang menanungi, mereka silih berganti mewarnai malam. Waktumu mulai bernafas seminggu sebelumnya? Aku tak tau, bisakah berbagi itu denganku? Bintangkah atau langit biru yang menaungi? Aku ingin mengerti, dan aku ingin memahami. Bukankah menjadiku sulit dirasa? Mencintai dalam diam. Apakah ini cinta? Sesederhanakah ini cinta? Menatapmu dari jarak yang tak mampu digapai, lalu diam diam mendoakanmu dalam sujudku, setelah itu kembali memperhatikanmu dari jarak yang tak mampu untuk saling menyentuh. Mudah? Atau begitu menyakitkan? Amat menyesakkan, saat kita harus berselilih langkah namun tak ada percakapan dalam detik yang menguntai. Seakan angin angin yang mengiringi jarak itu menertawakan kepengecutan yang ada dalam diriku. Apakah aku ini pengecut? Mungkin saja. aku memang ingin kamu tau, namun sejauh ini hanya ini yang bisa ku lakukan. Memelukmu dalam setiap doa yang terpanjatkan, mencintaimu dari jarak kesekian, dan merindukanmu yang tak mungkin merindukanku.

aku tidak pandai bicara, menghitungpun aku tak pintar. lebih baik menuliskan agar bisa terdengar. maafkan segala kekurangan,terimakasih sudah membaca..