ketika tak bisa bicara, maka tuliskanlah, jika tak mampu menuliskan, maka tersenyumlah, setidaknya mereka tidak akan tahu jika kamu sedang tidak baik baik saja..

I Can't Fly

Kamis, 01 November 2018

| 0 komentar


Dimana hariku tak mampu terbang, tersesat dan ingin bersandar mencari tempat. Namun tempatku hilang, melemparkan pisau hingga jangan salahkan air mata yang tersedu ditengah hujan. Katanya ia ragu, aku menangis lagi, bosannya.

aku tak bisa terbang, seperti harapnya yang terucap dalam doanya. aku tak bisa terbang, seperti nasehatnya setiap jam, aku tak bisa terbang, seperti biasa ia katakan lembut ditelingaku. Cita citamu tuk terbangkan aku rupanya tak ku mampu. harusku bagaimakanan aku?

Kita memang dilahirkan sangat berbeda, Sangat, bahkan amat sangat. Bagiku hadirnya dalam setiap hari adalah sebuah mimpi menjadi nyata. Bertemu dengan sosok jenis itu bagaikan mimpi lama yang tiba tiba menjadi nyata. tak sadar ku tetiba mencintainya.

Sayangnya aku terlalu bodoh, sayangnya aku terlalu egois, terlalu jahat dan terlalu naif. Inginnya ku kejar ia lalu ku peluk dan ucapkan maaf. Namun aku hanya bisa menangis dibalik tubuhnya dan tak mampu menatapnya, mengapa? Ntahlah, jangan tanyakan, aku enggan menjelaskan, aku lelah.

Terlalu ku sadar, jika yang ku fikirkan, yang ku rasakan dan yang ku ungkapkan hanyalah hal konyol yang tidak benar terjadi. Harusnya ku percaya dan cukup mendengarkan. Salahkan hatiku yang terlalu mengambil rasa dan bertindak tak dewasa.

Inginnya ku meminta maaf, sudah ku lakukan. Tapi sakitku tak kunjung juga pergi. Mengapa? Ucapku yang lain tak perlu ada rasa itu, rasa tak penting yang hanya akan menciptakan lara.

Aku tak ingin kehilangannya, maka kata diriku lainnya berubahlah! Namun diriku lainnya tetap saja bersikukuh dalam keegoisan ini. Aku merindukannya, Bersama angin dan rintikan hujan malam aku hanya bisa tersedu, benar benar tersedu.

Tak bisa bintang menyaksikan, karena mereka rupanya terlalu lelah untuk melihat drama yang tak kunjung juga usai ceritanya.

Aku hanya ingin dimengerti, dan belajar mengerti. Namun rupanya ia seperti terlalu lelah untuk mengerti dan lebih mudah untuk menasehati. Bisikku, ia tak bisa menjadi pendengar, ah Ibu aku rindu! ku menangis lagi.

Inginku cukup kita berbincang, karena dia harus selalu dipihakku, apapun yang terjadi, namun malamnya ia seperti orang lain, yang setiap ucapannya berasa sebilah pisau yang terus saja menikam hati, jangan salahkan air mata bila sudah begitu.

Aku tak pernah ragu, namun ia diujung sana berteriak ragu. Ahh.. sudahlah. Mungkin semuanya salahku. Wahai hati, pergi saja jika lelah, kau diizinkan untuk meninggalkan atau jika masih sayang, maka tetaplah tinggal. Terserah padamu!

Jangan tanyakan lagi mengapa aku? Tanyakan dirimu mengapa kamu? Aku hanya sedang hilang arah, tersesat, tak mampu terbang dan lelah, butuh tempat  bersandar dan berpegangan, ku rasa tempatku kamu, namun tempatku menolak tuk kujadikan tempat berlabuh, wahai ragu pergilah aku mencintainya!

Jika tak mampu kau ragu pergi, baiklah biarkan aku pergi dengan segala keyakinan yang selalu ku miliki.

Hi, I Love you, but I can’t fly, would you stay?


Someone From The Train : He Was Stranger

Senin, 29 Oktober 2018

| 0 komentar

Kamu tahu, saat itu aku sudah Lelah. Melangkah sendiri ditemani bayangan yang rupanya sama juga malas untuk melangkah. Namun, rupanya Tuhan mendengar ceritaku, Tuhan mengabulkan doaku, semua yang pernah kulantunkan dikabulkanNya. Namun tak pernah ku menyangka rencanya akan seindah ini, dalam sujud aku bersyukur.
Sudah berkali kali rencana itu berganti tanggal, rencana bersenang senangku dengan kawan di Bandung akhirnya terjadi. 12 Juli 2018. Sebelumnya tak ku tahui bekerja sebegini lelahnya, benar kata orang "cari duit itu cape", just sigh....!
Kereta Argo Parahyangan Tambahan, Jakarta -- Gambir, 18.00.
Rasanya tubuhku terlalu Lelah, ku susuri satu persatu kendaraan Panjang itu. Kereta yang kini ku sayang haha. Gerbong 1, itu tujuanku!. Masuklah aku. Ranselku berat, ingin ku naikkan ditempatnya, tapi ku tak miliki daya, ku simpan saja ditempat kakiku, terlihat sedikit sesak memang, tapi sudahlah, biar saja.
Dikursi itu, ekonomi namun berAC, sebelah tempat dudukku rupanya sudah ada seseorang. Berjaket hitam dengan name tag yang mengalung dilehernya. Ku tak ingat, "punten atau permisi", singkatnya ku berhasil duduk melewatinya. Bersandar dijendela dengan segala Lelah hari itu.
Rupanya orang disebelahku terlalu usil untuk bertanya mengapa tasku tak disimpan diatas. Yasudahlah jika begitu tolong simpankanlah, dan disimpankanlah olehnya. Hahah thank you dear stranger!

"makan mba" kalimat pertamanya! Aku mengangguk dibalik masker yang ku kenakan. Bakmi GM, begitu yang tertulis di tempat makan yang sedang dimakannya. Lahap betul dia, sepertinya lapar. Sudahlah bukan urusanku. Ku abaikan.
Ku mainkan ponselku, keluar masuk Instagram whatsapp dan segala aplikasi yang ada untuk menghilangkan jenuhku di kereta. Namun, suara itu terdengar dan menyapa daun telingaku.
"kerja mba? Ku tengok ke kananku, si pria bakmi GM bertanya. Ia tersenyum, dan menantikan jawaban. Ku mengagnguk dan agar sopan, ku lepas maskerku.
Semuanya dimulai, berbincanglah kita.
Ku tak ingat persis apa yang kita bicarakan. Namun, kurang lebih 3 jam perjalanan ku tahu banyak tentangnya. Aneh rasanya, talking with stranger but feels like talking with someone who you know for years.
Ntah sekedar basa basi atau benar benar penasaran, ditanyanya aku banyak sekali. Dari mulai dimana ku kerja hingga statusku saat itu hahaha. Seperti yang kubilang tadi, aneh juga rasanya, mengapa ku beritahu tentangku padanya saat itu.
Masih ingat jelas diotakku, kata ibu berhati hatilah dengan orang yang gak dikenal! Tapi lihatlah aku, malah berbincang akrab dengan totally stranger. Dan yang paling menyeramkan, dia membuatku nyaman hahaha, the way he talk, the way he look at my eyes, the way he breath I think, everything he did was make me comfy! Hahahaaha
Layaknya orang berbincang, tak melulu 100 persen waktumu untuk berbicara, aku diam, diapun diam. Kita saling diam, hanya suara laju kereta yang terdengar dan sesekali orang orang yang berada dalam satu gerbong berbincang dengan orang disebelahnya.
Ku buka instagramku, ku sibukkan diriku melihat lihat apalah itu yang ada dalam menu exploreku. Dan, "apa nama instagramnya?" kalimat yang tak ku sangka sangka akan ku dengar.
Well, sekali lagi, ini berbahaya, namun dengan mudahnya ku berikan dia ID instagramku. Tahukah kamu? Aku memiliki dua akun Instagram, yang satu dengan cukup banyak followers dan feeds yang hanya foto tanpa diriku, lebih untuk umum. Dan yang kedua Instagram pribadiku, isinya lebih pribadi, oleh karena itu hanya teman teman dekat yang aku Accept untuk jadi follower, bukannya sombong haha, tapi biarlah, aku nyaman begitu.
Tapi anehnya, ku berikan dia ID Instagram keduaku, jadilah dia followerku, dan begitupun aku, kita follow-follow-an. Wkwk.
Rupanya selain stranger, dia juga stalker. Dilihatnya satu persatu fotoku, dan terkaget dia ketika melihat foto aku dan seorang anak kecil. "ini anaknya? Udah nikah?" tanyanya, aku menggelengkan kepalaku "bukan, itumah anak teteh" jawabku.
Dia mengangguk dan lanjutkan menjelajah feeds instagramku. Tapi, akupun penasaran "masnya udah nikah?" haha kalau tak salah begitu ku bertanya. Dia menunjukan kesepuluh jarinya "belumn, tuh gak ada cincin" ucapnya.
Dalam hati ku berfikir, jangan jangan ni orang Ho*o. hahahaa..
Tapi, ya sudahlah, lets talk more. Setidaknya dari obrolan itu dapat disimpulkan jika pria dan wanita yang sedang berbincang dan duduk bersebelahan ini adalah sama sama jomblo. Hehe.
Aku lupa, bagaimana urutan percakapan kita, inginnya ku ulang waktu itu dan ku rekam segala perbincangan, ingin lagi ku dengar sekarang, sepertinya menyenangkan. Rasa penasaran, rasa hati hati, rasa tertarik dan rasa menjaga diri berbaur menjadi satu menghadapi seseorang yang saat ini sebuah cincin sudah melingkar di jari manisnya. Cincin yang sama denganku!
Jika tak salah, kita berbincang banyak mengenai pekerjaan, berbincang mengenai keluarga, saling bertukar informasi usia, dimana tinggal dan ah ntahlah, aku lupa. Namun first impression darinya masih ku ingat sebagai 'waktu yang menyenangkan'.
Baru kali itu, Jakarta -- Bandung terasa cepat, baru kali itu ku berdoa agar Jakarta -- Bandung bisa lebih jauh lagi sehingga waktu tempuh semakin lama dengan begitu aku masih bisa berbincang dengannya. Hahaha
Namun, pengumuman dibalik pengeras suara kereta menggugurkan angan, kita harus turun. Dan diturunkannya ransel beratku olehnya. Tak sempat ku berterimakasih, dia pergi seperti angina. Tak pamit tak menyapa, dasar laki. Ucapku wkwk.
Begitu tentangnya, tak mampu ku detailkan segalanya, biar saja ku rahasiakan sisanya, aku senang begitu. Hanya aku dan dia yang tahu

He was my stranger.

My Fresh Graduate Time

Minggu, 25 Maret 2018

| 0 komentar

Fresh Graduate”, apa yang ada dibenakmu jika mendengar kata tersebut? Yang akan teringat dibenakku adalah “masa pancaroba”, bak perpindahan dari masa terindahmu menjadi masa yang penuh tanda tanya, tidak tahu akan berujung seperti apa, hari hari dijalani setelah perayaan wisuda terlewati.

Banyak yang bingung, setelah lulus mau jadi apa aku? banyak yang bertanya, untuk apa aku menggenggam ijazah Sarjana ini? Banyak juga yang bersantai santai, tidak berusaha mencari pekerjaan ataupun tidak berusaha untuk berbisnis, “santai dulu bosku” begitu ucapnya. Lalu mau bagaimana?

Inilah ceritaku, cerita yang berhasil membuatku menjadi lebih kuat, mengenali diri sendiri dan lebih berani serta mandiri. Setelah lulus bergelar Sarjana Ilmu Komunikasi, banyak yang aku lakukan, melamar kesana kesini, hingga menjadi owner jasa pembuatan CV. Lucunya, aku membantu orang lain membuat CV agar diterima oleh perusahaan yang dilamarnya, tapi aku sendiri masih pengangguran. hehe

Pernah dengar pepatah atau apalah itu? tulisannya kurang lebih begini “waktu yang kau miliki berbeda dengan yang orang lain miliki, tidak ada yang terlalu cepat atau terlalu lambat, setiap orang berputar pada waktunya masing masing meski hidup dalam planet yang sama”.

Paham maksudnya? Jaman kuliah aku selalu ingin segera lulus, sehingga cepat cepat aku mengerjakan skripsiku, tapi aku tidak bisa ikut sidang skripsi pada gelombang pertama, karena skripsiku belum maksimal, lalu apa yang terjadi? Biarkan saja, waktuku akan datang, bukan digelombang pertamapun tak masalah, masih ada gelombang gelombang lainnya yang akan berbaik hati mengajakku untuk masuk disalah satunya.

Dulu jaman masih labil, aku berusaha mengikuti waktu orang lain, mengikuti tren waktu yang aku sendiri rupanya tidak mampu, waktu yang bukan terbaik untukku, hal tersebut rupanya sangat melelahkan, lalu setelah mengalami semua perdebatan waktu, akhirnya aku mengikuti waktuku sendiri, dan tibalah waktu fresh graduate itu.

Menjadi Pengangguran
Saat kuliah, sering ku fikir rasanya menyenangkan setelah lulus, tidak ada lagi tugas yang mencengkram kaki untuk bermain, tidak ada lagi kewajiban masuk kelas setiap pagi. Tapi jika boleh memilih, rasanya menjadi mahasiswa adalah waktu terbaik yang pernah kumiliki, jujur saja!

Setelah sidang skripsi dan dinyatakan lulus, aku adalah seorang pengangguran, aku fikir setelah sidang skripsi itu, aku akan merasa sangat bahagia dan “plong”. Tapi tahukah kamu? itu semua salah. Masih ingat betul rasa itu, rasa yang sama sekali tidak aku harapkan kedatangannya.

Setelah dinyatakan menjadi S.I.Kom, tiba tiba saja muncul rasa lain, muncul sebuah rasa yang orang kenal dengan sebutan “beban”. Ntah apalah itu, yang jelas aku merasa tidak bebas, yang ku fikir aku bisa bermain bebas kesana kemari, menonton Film dari pagi hingga ke pagi, rasanya itu konyol. Yang ada hanyalah rasa malu, ingin segera bekerja atau memiliki penghasilan sendiri.

Banyak rasa bersalah dalam fase ini, bosan dirumah, ingin main tapi butuh uang. Meminta uang pada orang tua bukanlah hal yang mudah dilakukan setelah lulus kuliah, (setidaknya bagiku). Untungnya, saat itu usaha jasa pembuatan CV ku cukuplah untuk hanya sekedar “hang out” bareng kawan pengangguran lainnya, hehe.

Jujur saja, aku sangat membenci waktu itu, rasa bersalah tak kunjung juga dapat kerja, ingin ku berbisnis, tapi terlalu banyak alasan rasanya sehingga memulai saja aku tak bisa. Ingin segera bekerja tapi panggilan belum juga ada. Sedihnya menjadi seorang pengangguran.

Hingga suatu hari, masih ingat jelas dalam ingatanku, saat itu tidak pagi bukan juga siang, aku sedang mencuci dibelakang dan telponku berbunyi. Diangkatku, lalu itu adalah sebuah panggilan untuk interview. Jakartalah tujuanku! Hingga saat itulah pertama kalinya aku pergi ke Ibu Kota seorang diri.

Keluar dari sangkar emas
Singkat cerita, interview tersebut berjalan baik, Alhamdulillah aku diterima kerja di salah satu Perusahaan Media. Walau masih sebagai freelance (daily paid), tapi aku tetap mensyukuri. Terlebih lagi perusaahan ini adalah salah satu perusahaan yang diidamkan oleh Sarjana Komunikasi.

Oiya, walaupun freelance, aku memiliki jadwal yang sama dengan rekan rekan lainnya yang sudah kontrak. Juga pekerjaan yang tidak jauh berbeda.

Rupanya tidaklah mudah menjadi pegawai baru! Usia dan jabatanku adalah yang terakhir, semua yang ku miliki saat itu adalah yang paling akhir, hingga bersikap menjadi “anak baru yang baik” adalah sebuah kewajiban. Tapi ntahlah apakah aku sudah cukup baik menjadi anak baru saat itu.

Selain sulit menjadi yang “terbaru” . Rupanya sulit pula hidup sendiri tanpa orang  lain. Ibu Kota adalah tempat dimana tidak ada sanak saudara. Di kota ini aku sendiri, dan rasanya sangat sulit. Kos dan Kantor, adalah dua tempat yang selalu ku datangi setiap hari. Hiburan? tenang saja aku punya acara Korea yang bisa ku download setiap hari.

ya! Keluar dari sangkar emasmu adalah sebuah proses yang harus dijalani, OH! Kecuali kamu kerja di kotamu sendiri, rasanya itu akan sedikit lebih mudah, setidaknya kamu hanya perlu beradaptasi di Kantor barumu saja tanpa beradaptasi di tempat tinggalmu.

Kadang juga aku merasa sangat sedih, ku lihat kawan kawan membawa bekal dari yang  dimasak oleh ibunya, aku? masakan warung nasi rupanya terbaik untukku saat itu, hehe.

Menjadi “anak baru”
Menjadi yang termuda bukanlah hal yang mudah, apalagi menjadi anak baru. Rasanya semua mata tertuju padamu. Setidaknya itu yang ada dalam fikiranku. setiap hari aku berusaha untuk menjadi “anak baru yang baik”. Tapi ntah apa yang ada dalam fikiran The seniors, hehe semoga merekapun dapat menilaiku sebagai “anak baru yang baik”.

Pesanku! Jangan lupa senyum, lakukan apa yang diperintahkan segera, bertanyalah jika ada yang membingungkanmu, tapi hati hati jaga pertanyaanmu jangan sampai dapat menyinggung seniormu!

Buatlah dirimu cepat belajar akan apa yang menjadi tugasmu, tunjukan jika kamu bukan orang yang malas, Ucapkan salam saat datang ataupun pulang. Lakukan yang terbaik, maka semuanya akan menjadi mudah.

Mungkin saja ditengah jalan kamu akan menemukan kesulitan, kesulitan dalam melakukan tugas barumu, kesulitan beradaptasi dengan lingkungan barumu, kesulitan menghadapi senior yang serba serbi macamnya bahkan sampai diabaikan. Haha

Bersabarlah, semua akan selesai dan indah pada waktunya. Semua orang akan mengalami masa masa itu, maka semangatlah! Kamu tidak sendiri.
Berusahalah wahai anak baru, dengan begitu kau akan segera beradaptasi dengan lingkungan barumu!

First Salary
aha! Masalah gaji, sebagai seorang freelance, jujur saja bisa dibilang kurang walau hanya untuk menghidupi diriku sendiri. Rupanya biaya hidup di Ibu Kota terhitung dua kali lipat atau lebih dari biaya hidup yang biasa aku gunakan.

Untungnya, sebelum fix bekerja, aku berdiskusi terlebih dahulu dengan orang tuaku. Ku jelaskan pada mereka bagaimana kondisi keuanganku kedepan. Bak malaikat yang baik hati mereka menyampaikan jika mereka akan mendukungku hingga aku mampu hidup sendiri. Paham?

Aku jelaskan, walau sudah bekerja, ada kemungkinan aku masih meminta uang pada Ayah dan Ibu. Mereka tidak mempermasalahkan itu, karena menurut mereka bukan uang yang harus aku dapatkan saat itu, tapi pengalaman, pelajaran dan ilmu yang dapat ku raih pada pekerjaan pertamaku.

Dari situ aku jadi bersemangat, targetku untuk bekerja bukanlah uang, melainkan sebuah pengalaman dan ilmu. Sehingga kadang aku merasa sangat kesal ketika teman temanku menolak bekerja pada sebuah perusahaan karena gajinya yang kecil.
Ada cerita, saat itu aku berbincang dengan teman kuliahku, posisinya aku berstatus sebagai freelance, dan dia masih pengangguran.

Dia banyak bertanya  padaku tentang pekerjaan, lalu ku jelaskan, setelah itu dia tahu bagaimana kondisi keuanganku walau sudah bekerja, tahukah kamu apa jawabannya? “kalo aku jadi kamusih aku gak akan mau deh, mending nganggur aja daripada kerja tapi gajinya segitu”.

Mendengar jawabannya, aku cuma bisa tertawa sinis, untung kita ngobrol via whatsapp, coba kalo ketemu udah gua ceramahin dah lu! hehe.

Tapi karena sama teman, akhirnya aku beri penjelasan, jika dilihat dari materi itu memang tidak cukup, tapi dari pengalaman dan pelajaran yang aku dapat, hal itu bisa menjadi bekal untuk melangkah kedepannya.

Tanyakan saja pada mereka yang saat ini menjadi direktur, apakah dulu saat fresh graduate gaji mereka langsung besar?

Jika ingin berbicara materi, seharusnya hiduplah dengan harta warisan yang sudah dimiliki sejak lahir tanpa perlu menggunakan kemampuan dan otak yang dimiliki.

Aku sadar diri, sebagai fresh graduate aku tidak boleh serakah ingin gaji yang besar. Layaknya bayi yang baru lahir, mereka tidak bisa langsung lari, belajar tidur miring dulu, belajar duduk dulu, belajar dari yang termudah hingga akhirnya bisa berlari.

Fresh graduate adalah bayi yang baru lahir, karena hanya bisa membuka mata dan lapar, maka itulah upahnya, segitulah gajinya, saat sudah bisa berlari layaknya bos, maka upahmu akan semakin besar.

Ohooo.. Beda lagi dengan lulusan sekolah pemerintah yang baru lulus jadi PNS ya, hehe beda juga dengan mereka mereka yang sangat beruntung, ada juga sih teman dari temanku katanya baru fresh graduate gajinya sudah  banyak. Biarlah, seperti waktu, rejekipun berputar pada masing masing pemiliknya.

You know yourself more
Hidup sendiri di Kota orang membuatku lebih mengenali diri sendiri. Sesuai pengalamanku, banyak rasa yang baru aku rasakan. Aku baru tahu rasanya menangis karena masalah A, tersenyum karena B, dan kesal karena C yang sebelumnya belum pernah aku rasakan.

Benar benar seperti bayi baru lahir, banyak rasa dan pengalaman yang baru pertama kali aku rasakan. Jauh dari rumah, struggle and fight alone, itu tidaklah mudah. Walau saat kuliahpun sama, kos di luar kota dan sendiri, hal tersebut sangat jauh berbeda saat kau hidup dan kos untuk bekerja.

Dan pada akhirnya kamu sadar dan mengetahui, jika tidak ada orang lain yang bisa membantu selain diri kamu sendiri, darisitulah semua berawal. Rasa semakin kuat, semakin berani, semakin mandiri, karena keluar dari zona nyaman, semua yang ada dalam diripun ikut keluar untuk berusaha melindungi diri sendiri.
Such a great experience!

Bersyukurlah karena rindu rumah
Sering kali aku menangis, karena ingin pulang. Rindu rumah adalah sebuah sindrom berbahaya yang tidak ada obatnya kecuali kamu “make a deal with yourself”. Maksudnya, tidak ada cara lain, tidak mungkin besok harus izin kerja karena harus pulang kerumah beralasan rindu, bisa dipecat aku.

Hingga sebuah pemikiran muncul, rasa homesick ini sepatutnya harus disyukuri, rasa ini adalah sebuah bukti jika kamu sedang bekerja keras diluar rumah. Lihatlah kawan kawan lain, banyak yang ingin merasakan hal ini karena mereka selalu saja diam diri dirumah karena tidak memiliki kegiatan yang harus dilakukan diluar rumah. contohnya pengangguran.

Pemikiran itu yang selalu membantuku mengatasi rasa homesick ini, ketika sindrom rindu rumah muncul, kini secara otomatis yang keluar adalah perasaan bangga, bangga karena bisa merasakan rindu rumah.

Ada yang belum bisa melawan rasa homesick itu? cobalah caraku, be positive!

Berbaiksangkalah
Aku lulus dari Universitas Swasta, akupun bukan wisudawan terbaik di angkatanku. Tapi, teman teman bilang aku beruntung. Banyak juga yang bertanya, mengapa bisa bekerja disini, bisa bekerja disana.

Oya sebelumnya, setelah bekerja di perusahaan media, aku pindah bekerja ke salah satu Kementerian sampai saat ini. Fikirku, setidaknya di Kementerian aku berstatus kontrak, bukan seorang freelance, maka aku memutuskan untuk pindah.

Banyak kawanku yang bercerita padaku, mereka mengeluh mengapa masih saja menjadi pengangguran.

Jadi begini, ini bukan sebuah teori ataupun pelajaran, hanya sebuah pengalaman dari apa yang aku alami. Awalnya aku belajar ikhlas dan menerima. Be positive! Aku percaya Allah menyiapkan rencana terbaikNya.

Sehingga fikirku, karena latar belakang pendidikanku bukanlah dari Kampus terbaik di Indonesia, maka bisa jadi aku kalah administrasi dengan kawan kawan yang berasal dari Kampus Kampus tersebut, hingga pada akhirnya aku berfikir untung “main belakang”.

Main belakang disini bukanlah sebuah hal negative, melainkan sebuah kepasrahan yang aku lakukan saat itu, aku fikir “Lets do the best and Let God do the rest”.

Aku nyogok pada Allah, berusaha menunaikan kewajibanku semaksimal mungkin, hingga aku berdoa agar Allah akan memberikan hak atas kewajibanku.

Dan Alhamdulillah, semua mindset tersebut tidaklah sia sia, Aku hanya berbaik sangka, Tuhanku memiliki rencana terbaik untukku, maka aku harus melakukan yang terbaik, sisanya biar Allah yang akan mengatur.

So, Dear Fresh Graduate, Just do your best, and Let God do the rest!
Semangat! Setiap orang memiliki waktunya masing masing.

published here



Tidak Hanya Menghibur, Acara Korea The Return of Superman Memberi Manfaat di Dunia Nyata

Senin, 19 Februari 2018

| 0 komentar

Pernah nonton program hiburan Korea yang berjudul The Return of Superman? Program tersebut menampilkan kehidupan antara ayah dan anaknya dalam jangka waktu sehari semalam, hanya ada ayah dan anak, di acara tersebut sang ibu sengaja tidak ada dirumah, demi keintiman hubungan ayah dan anak. Jika ditelaah lebih jauh, rupanya acara tersebut bukan hanya sebuah acara hiburan. Tapi juga sebuah acara yang memberikan banyak edukasi bagi penontonnya.
Bagaimana tidak? Acara tersebut mengajarkan dan menyajikan kehidupan yang nyata antara ayah dan anak. Tanpa campur tangan ibu ataupun orang lainnya termasuk para crew acara tersebut . Mereka hanya bertugas merekam tanpa memberikan arahan apapun layaknya program program acara lainnya. Dari hal tersebut, kita jadi bisa melihat keadaan nyata dan sebenarnya antara ayah dan anak.
Diacara tersebut, banyak ayah baru yang merasa kerepotan mengurus anak seorang diri. Belum lagi pekerjaan rumah yang tiada hentinya, termasuk juga ketika anak tidak mau makan, anak susah tidur, keperluan kekamar mandi dan kegiatan lainnya yang terasa sulit bagi seorang ayah baru.
Bisa dibilang acara tersebut memberikan gambaran jika "ini loh pekerjaan seorang ibu". Yang rupanya bukanlah pekerjaan yang mudah. Seorang ibu tidak memiliki jam istirahat yang pasti, seorang ibu tidak bisa mengambil hari cuti. Salah satu cast acara tersebut, Tablo seorang rapper memiliki seorang putri bernama Haru menyatakan jika kesulitan terbesar dalam mengikuti acara tersebut ialah ketidakhadiran istrinya. Ia akhirnya menyadari betapa sulitnya mengurus sang putri seorang diri.
Edukasi tidak lupa melekat pada acara ini. Ada banyak pelajaran yang bisa penonton ambil, diantaranya yaitu thinking chair method dan counting timeyang diterapkan oleh Song Ilkook, seorang aktor dengan anak tripletnya, Daehan, Minguk, Manse yang saat itu berusia 3 tahun. Thinking chair methodialah sebuah cara yang dilakukan oleh Song Ilkook untuk menghukum anak anaknya ketika salah satu anaknya atau ketiga anaknya membuat ulah atau membuatnya marah.
Bukan dengan cara memukul atau membentak, tapi Song Ilkook menyuruh anak anaknya untuk duduk disebuah kursi milik mereka, lalu dihadapkan pada tembok dan menyuruh mereka untuk berfikir mengenai masalah dan kelakuan yang sudah mereka lakukan sehingga membuat kesalahan selama kurang lebih 5 sampai 10 menit untuk anaknya merefleksikan diri melalui kursi tersebut. Selanjutnya Song Ilkook akan memanggil anak anaknya dan membicarakan kesalahan anak anaknya tersebut. Dengan mudah anak anaknya pun mengakui kesalahan, mendengarkan nasihat ayahnya dan segera meminta maaf. Masalahpun selesai tanpa harus berteriak dan mencaci maki anak anak.
Counting time diterapkan oleh Song Ilkook ketika anak anaknya sibuk bermain dan mengabaikan perintahnya. Seperti contoh saat itu Manse, tidak mau bertukar mainan atau meminjamkan mainan pada saudaranya, dan hal tersebut membuat ketiga anak kembar tersebut berkelahi. Dengan santainya Song Ilkook menghitung dari 1 sampai 10 untuk giliran Manse memainkan mainan tersebut, setelah hitungan 10 dengan mudahnya dan tanpa paksaan Manse memberikan mainannya pada Daehan dan begitu seterusnya.
Menurut penuturan Song Ilkook, cara tersebut cukup efektif untuk menyelesaikan masalah yang terjadi pada anak anaknya.  Cara cara sederhana untuk belajar yang bisa kita terima tanpa harus bertemu guru, tanpa harus pergi kesekolah, tanpa harus membacanya dibuku. Sebuah pelajaran yang nyata, yang bisa kita terima sembari menikmati program acara yang menyenangkan tersebut. Bagaimana tidak menyenangkan, tampang polos dan lucu anak anak tersebut dapat membuat kita sebagai penonton merasa senang.
Acara Korea, khususnya The Return Superman ini bukan acara yang menghabiskan waktumu, tapi jika dilihat dari sisi positif, acara ini memberikan banyak pelajaran mengenai parenting dan menghargai jasa seorang ibu.

Published Here.

Sabtu, 03 Februari 2018

| 0 komentar
Desember 2012
SELAMAT PAGI...
Hari ini uas telah selesai, dan saya begitu bahagia! Saking bahagianya, saya tergeletak tak berdaya saat mengerjakan soal Kimia tentang penyetaraan reaksi biloks,owh!!!!!!
Pagi yang cerah, berawan putih bersih nan terhampar luas mengitari mayapada, seperti biasa, sang ibunda dengan rajinnya membangunkan lelapku dengan kata kata ini
"diiin bangun! Sekolah gak? Subuh udah siang!" dan aku selalu menunggu kata kata itu, aku tak akan membuka mata jika ibu belum membangunkanku. Mengapa? Karena aku ingin suara ibu yang ku dengar dalam awal pagiku.
Ibuku? Beliau adalah orang tersabar, terhebat, terkuat, tercantik, dan ter ter ter segalanya. Walau jujur saja kita kadang kali tidak sepaham, namun sejauh ini semua bisa diatasi.
Seperti biasa, ayah menanyakan jadwalku hari ini
"sekolah gak? Uasnya udah bereskan?"
"iya" jawabku singkat
"jadi gak sekolah?"
"sekolah atuh!"
"kan bebas, gak usah sekolah aja"
"sibuk disekolahnya"
"sibuk apa? Banyak remedial ya?"
"iya dong"
"wah aktif sekali kamu din"
Hhahaaa aku tertawa kacau saat itu. Mengejekkah ayah? Atau hanya bicara seadanya? Ya inilah aku, tidak pintar tapi sering diconteki teman. Tidak bodoh tapi sering bertanya pada teman.
Mau jadi apa kamu kelak? Jika nilai matematikamu kacau balau seperti itu? Tanya seseorang padaku dengan suara yang membuatku bising.
Aku hanya tersenyum dan menjawab "kata temanku, dia punya teman, hafal semua rumus matematika, tapi Jhon Lennon tidak, tapi dia mendunia!"
Tak ada jawaban, hening panjang menguntai, aku hanya diam menahan kegelisahan. Oh kimia, aku belum menuntaskan kerjaanku yang satu ini.
Aku lelah, harus berkutik dengan rumus rumus yang sangat mengganggu fikiran. 'mengapa masuk IPA kalo gak suka?' tanya seorang guru.
Dan hening panjang lengkapi kegalauan hari ini..
Dan hari ini, Desember 2017
Aku punya jawaban, jadi apa aku sekarang? Disini duduk, dibalik layar computer mengenakan baju dan sepatu favoritku, menarikan jari diatas keyboard yang terletak diatas meja kerjaku. Setidaknya disini tak kutemui fisika kimia, matematika dan segala hitungan yang dapat merusak moodmu hari itu.
Terimakasih Tuhan, hari ini tidak jauh berbeda dengan mimpiku saat itu. Titip salam untuk ayah ibuku, sekarang mereka tak perlu hawatir akan keluhanku karena mata pelajaran fisika kimia dan kawan kawannya.
Kini aku hanya melakukan apa yang kusukai, semuanya aman terkendali. Hanya satu yang masih membuat bingung, sebuah pertanyaan klasik yang berulang "makan apa hari ini?".
published here .
Februari 2018
Hari ini lagi, perkenalkan, diriku berganti profesi, bukan pegawai swasta di sebuah kantor media. Tapi pgawai swasta di kantor pemerintah.
aku tidak pandai bicara, menghitungpun aku tak pintar. lebih baik menuliskan agar bisa terdengar. maafkan segala kekurangan,terimakasih sudah membaca..